Now Reading
Euforia Temporer Mahasiswa Berorganisasi

Euforia Temporer Mahasiswa Berorganisasi

Ini hanya subjektivitas saya dalam melihat fenomena di sekitar yang kadang bikin geli, sekalipun tidak ada kepentingan apapun dengan personal saya. Mungkin selama ini mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) atau non-organisasi dipandang agak “miring”. Diklaim tidak akan jadi apa-apa, tidak punya relasi, tidak paham leadership, tidak melek persoalan sosial blablabala… dan stereotipe-stereotip minus lainnya. Mungkin klaim ini benar, atau mungkin juga tidak. Wallahu a’lam!

Sebuah persoalan yang saya lihat banyak terjadi di sekitar adalah banyak mahasiswa yang mengalami disorientasi. Maksudnya, banyak mahasiswa yang bergabung di organisasi baik intra ataupun ekstra tanpa orientasi yang jelas. Sekadar “ngikut” saja, cari teman nongkrong, atau sekadar pelarian dari ke-gabutan-an. Walhasil, tidak sedikit mahasiswa yang beralibi ikut organisasi sehingga fokusnya dalam perkuliahan terbengkalai. Mirisnya, di organisasi yang diikuti, yang bersangkutan juga tidak “ngapa-ngapain”.

“…Mirisnya, di organisasi yang diikuti, yang bersangkutan juga tidak “ngapa-ngapain…”

Bergabung di organisasi kampus, baik intra ataupun ekstra memang saya akui positif. Bisa menambah pengalaman, meluaskan jejaring relasi, juga menambahkan pengetahuan. Namun, tujuan-tujuan tersebut terkadang menguap dan hilang. Yang terjadi adalah, proses di organisasi tidak maksimal dan totalitas, tapi sekadar formalitas; relasi yang dibangun tidak begitu manfaat untuk tabungan masa depan; dan pengetahuan tidak bertambah, malah terisi basa-basi sampah. Proses di organisasi hanya sekadar euforia temporer, tanpa membawa dampak apa-apa secara personal. Hal seperti ini menurut saya hanya fase buang-buang waktu dan sesuatu yang unfaedah.

Yang lebih jenaka lagi, fenomena miris itu “sek” ditambahi pertengkaran-pertengkaran “sok” politis yang berlandaskan eksistensi dan kepentingan pribadi. Riuh redam persoalan seumpama perdebatan dalam gedung dewan, dengan bobot pengetahuan anak PAUD. Sentimen-sentimen kelompok berasaskan dendam kesumat diramaikan seperti acara tahunan, tapi orientasi organisasi yang primordial disingkirkan bahkan dalam sekadar guyonan.

“…Sentimen-sentimen kelompok berasaskan dendam kesumat diramaikan seperti acara tahunan, tapi orientasi organisasi yang primordial disingkirkan bahkan dalam sekadar guyonan…”

See Also

Oleh karena itu, saya bersepakat dengan mahasiswa kupu-kupu. Lebih bijaksana dengan fokus belajar di bangku kuliah, memperdalam pengetahuan kuliah yang ditempuh. Kelak setidaknya ia bisa jadi dosen, atau akademisi yang punya spesifikasi. Belajar menjadi fokus terarah dan output pasca kuliah lebih jelas dan mudah. Membangun relasi tidak akan berguna jika SDM tidak punya nilai jual dan nilai tawar. Dalam dunia pasca kuliah, relasi bisa jadi penting, namun yang dinilai pertama tetaplah kualitas personal. Jadi, jangan lupa tujuan awal: belajar!

 

Ilustrasi: Akhlada Nauroh Nadzifah

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top