Now Reading
Cinta dan Kebahagiaan atau Seks dan Kekuasaan?

Cinta dan Kebahagiaan atau Seks dan Kekuasaan?

Sumber: https://kafaminguzelligi.tumblr.com/post/668250480658546688

Selamat tahun baru 2022. Semoga pada tahun baru ini teman-teman pembaca selalu dikelilingi orang-orang baik. Di sepanjang tahun 2021 kemarin ada banyak hal terjadi, dari kekerasan, pelecehan seksual, hingga para penguasa yang gila akan kekuasaan. Kejadian – kejadian itu mendorong saya untuk membuat tulisan ini. Tulisan yang saya buat atas dasar keresahan dalam diri saya.

Pada zaman sekarang banyak kaum milenial terkena virus cinta akut. Kenapa bisa seperti itu?  Mungkin dikarenakan gejolak penasaran akan apa itu cinta. Lalu, ada lagi virus yang sangat berbahaya, yaitu virus gila akan kekuasaan. Mengapa demikian? Hal tersebut  terjadi karena  jika sudah menjadi seorang yang memegang sebuah jabatan, orang tersebut akan merasa bahagia dan mungkin sudah merasa sampai kepada titik puncak sebuah kebahagiaan.  Sebenarnya  banyak definisi  ataupun teori-teori yang menjelaskan  mengenai apa itu cinta dan kebahagiaan, tetapi banyak orang juga yang mengatakan cinta serta kebahagiaan tidak memerlukan teori, namun aksi. Akan tetapi aksi yang bagaimana? Apakah aksi berhubungan intim yang mengatasnamakan cinta atau aksi yang menyingkirkan seseorang dari suatu jabatan tertentu hingga nantinya si pelaku yang akan menggantikan posisinya? Ya, pertanyaan-pertanyaan tersebut timbul karena sudah banyak peristiwa yang terjadi pada zaman sekarang, seperti halnya  mereka yang berusia di bawah umur sudah menjadi korban kekerasan seksual, para penegak hukum, pejabat, tenaga pendidik, ataupun kaum intelektual yang menjadi korban pelecehan oleh golongannya sendiri. Tidak hanya itu, dewasa ini juga banyak ditemui anak muda yang dengan gampangnya melakukan hubungan intim beralasan “cinta”, hingga penguasa yang gila akan kekuasaan seperti halnya seorang kepala desa yang menyetujui pembelian tanah warganya untuk dijual kepada para investor, tanah – tanah yang nantinya akan dikeruk sumber daya alamnya. Bahkan, para penguasa itu ikut membantu para investor untuk membujuk ataupun merampas surat tanah milik warga.

Ah, dunia sudah mulai menua, namun masih saja banyak manusia – manusia tanpa akal macam hewan yang bringas akan seks serta kekuasaan. Padahal “cinta” bukan hanya sekadar nafsu seks, tetapi juga perihal kasih sayang yang tidak bisa dinilai dari nafsu semata. Saling menyempurnakan, saling melengkapi satu dengan yang lain, saling melindungi, dan masih banyak lagi. Begitu pula dengan kebahagiaan, kebahagiaan itu tidak semata-mata tentang kekuasaan ataupun menjatuhkan orang lain.

Padahal “cinta” bukan hanya sekadar nafsu seks, tetapi juga perihal kasih sayang yang tidak bisa dinilai dari nafsu semata.

Jika saya boleh mendefinisikan, kebahagiaan merupakan sesuatu yang muncul pada saat keinginan kita sedikit demi sedikit terwujud atas usaha kita sendiri, yang tentunya  dibantu oleh orang-orang terdekat di lingkungan kita. Berbeda lagi definisi atau konsep kebahagiaan menurut filsuf Democritos (400-300 SM) yang mengatakan, bahwa kesenangan ialah tujuan kehidupan bagi manusia. Ada pula definisi kebahagiaan dari Socrates (470-399 SM), menurutnya, tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Dan yang terakhir menurut Plato. Plato dengan rinci memberi penjelasan bahwa, kebahagiaan merupakan gabungan yang seimbang dari tiga unsur yang terdapat pada diri manusia, yaitu nafsu, hasrat, dan logika. Logika menjadi penyeimbang antara nafsu dan hasrat hingga kebahagian sejati dapat terwujud. Dari beberapa konsep tentang kebahagiaan di atas, pembaca boleh mengamini definisi tersebut, atau bisa juga dengan mendefinisikannya berdasarkan versi kebahagiaannya masing – masing.

Lalu bagaimana dengan cinta? Cinta memang memiliki banyak definisi. Setiap orang bebas mendefinisikan seperti apa cintanya. Jika memetik penjelasan dari Dr. Fahrudin Faiz, yang mengambil konsep cinta dari Plato, cinta merupakan satu kekuatan yang sangat besar dalam hidup manusia, yang mampu menyesatkan dan membuat manusia sangat menderita karenanya. Konsep di atas dijawab oleh Socrates melalui pertanyaan Plato. Mari simak dialog Plato dengan Socrates perihal cinta dan pernikahan.

Plato                : “Wahai guru, apakah cinta itu? Dan bagaimanakah saya menemukannya?”

Socrates          : “Wahai muridku, di depan sana terdapat ladang gandum yang luas. Berjalan lah terus, namun jangan mundur kembali. Ambillah satu ranting yang kau anggap paling menakjubkan. Jika kau menemukannya, berarti kau menemukan cinta.”

Plato mengikuti apa yang dikatakan oleh Socrates, ia berjalan menyusuri ladang gandum tersebut. Tak lama kemudian, ia kembali dengan tangan kosong.

Socrates          : ”Mengapa engkau tidak membawa satu ranting pun ?”

Plato                : “Saya hanya boleh mengambil satu ranting saja, dan ketika berjalan tidak boleh mundur kembali. Sebenarnya saya telah menemukan satu ranting yang menakjubkan, tapi saya tidak tahu apakah di depan sana ada yang lebih menakjubkan lagi atau tidak. Itulah mengapa saya tidak mengambilnya. Setelah melanjutkan perjalanan kembali saya sadar bahwa, tidak ada ranting sebagus ranting pertama yang saya temukan. Dan itulah kenapa saya tidak mengambil satu pun ranting dan membawanya kehadapanmu, Guru “ .

Socrates           : “Itulah cinta.”

Setelah beberapa hari, Plato kembali kepada Socrates untuk bertanya kembali kepadanya,

Plato                : “Wahai Guru, pernikahan itu apa? Dan bagaimana cara menemukannya?’’

Socrates           : “Di depan sana terdapat hutan yang subur nan lebat, berjalanlah dan jangan mundur kembali atau menoleh, dan kau hanya boleh menebang satu pohon saja. Jika kau menemukan pohon yang paling tinggi, tebanglah, dengan begitu kau telah menemukan arti pernikahan.”

Plato mengikuti lagi perkataan gurunya, ia berjalan terus. Tak lama kemudian, ia datang dan membawa satu pohon, dimana pohon tersebut tak tinggi serta nampak biasa-biasa saja.

Socrates           : “Mengapa engkau memotong pohon yang seperti itu?”

Plato                : “Berdasarkan pengalaman saya sebelumnya, saya tidak ingin mengulanginya. Jadi setelah hampir setengah hutan telah saya susuri, saya melihat pohon yang menurut saya tak terlalu buruk ini. Saya menebangnya dan membawanya ke sini. Saya tak ingin kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya.”

Socrates           : “Itulah pernikahan.”

See Also

Dari dialog di atas, saya berpendapat bahwa, jika cinta dicari melalui mata maka tidak akan ada habisnya untuk mencari yang lebih, namun jika mencarinya serta melihatnya dengan hati, kita akan mendapatkannya. Sayangnya, masih banyak orang yang berfikiran bahwa cinta tak perlu dicari atau cinta akan datang dengan terbiasa. Menurut saya hal semacam itu adalah omong kosong belaka. Menurut Plato, cinta terbagi menjadi dua, yaitu eros dan philia. Eros diartikan sebagai nafsu syahwat. Cinta yang seperti itu banyak ditemukan pada zaman ini, dimana orang-orang mengatasnamakan hubungan intim dengan cinta, padahal itu hanya alasan bodoh untuk meluapkan nafsu. Sama halnya dengan para penguasa yang mengiming – imingi warganya, kehidupan yang lebih baik setelah mereka bersedia menjual tanahnya. Dan itu hanya menjadi omong kosong saja. Penguasa hanya mencintai bonus yang diberikan kepadanya dari para investor jika ia berhasil membujuk warga.

Berbeda dengan philia yang diartikan dengan kasih dan sayang. Cinta tersebut lebih mengedepankan perasaan dari hati, yang mana lebih elegan dan tak akan juga memperbudak manusia untuk bersikap bodoh. Orang yang menggunakan rasa kasih serta sayang akan memberi dampak positif kepada orang terkasihnya.

Terkadang, eros bisa muncul karena philia yang terlalu besar yang diberikan wanita kepada pria yang menjadi kekasihnya, begitupun sebaliknya. Dengan begitu, maka sering pula terjadi cinta tak berbalas karena (mungkin) satu dari mereka terlalu berlebihan dalam mencintai. Jangan mau menjadi budak cinta, jika bisa, cintailah yang menjadi budakmu.

Mungkin tulisan ini sangat membosankan bagi kalian yang membacannya. Tapi mau gimana lagi! Tulisan ini timbul dari keresahan penulis yang pernah menjadi manusia bodoh karena cinta wkwkwkwk.

 

Oleh: Akmal Rizka Wardana

Editor: Azza Masruroh Nur

 

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top