Now Reading
Telaah Kritis Modernisme Melalui Lakon “KPSN”: Teater Rayon Sastra (TERAS)

Telaah Kritis Modernisme Melalui Lakon “KPSN”: Teater Rayon Sastra (TERAS)

Salah satu ihwal menarik terkait lakon pertunjukan Teater Raya III oleh Teater Rayon Sastra (TERAS) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember menampilkan tentang Kisah Perjuangan Suku Naga (KPSN) yang secara gamblang menampilkan Kerajaan Astinam lengkap dengan Ratu, Perdana Menteri, Para Duta Besar, dan Kolonel terhadap Suku Naga yang identik sebuah kearifan lokal, respresentasi budaya, suku, serta adat istiadat dengan kekayaan alam yang ruah melimpah.

Secara histori, lakon KPSN digambarkan W. S. Rendra ihwal eksploitasi dan hegemoni yang dilakukan Kerajaan Astinam guna melanggengkan kepentingan dan ambisinya untuk mengeruk kekayaan alam di Kampung Suku Naga. Hal tersebut menjadi telaah “Satire” kepada Orde Baru saat itu yang menggunakan mazhab “pembangunan” atau developmentalisme terkait nafsu kapitalisme model baru yang menghantam hak-hak masyarakat kelas bawah seperti kasus pertanahan, perburuan, dan hak asasi manusia.

Telaah Kesastraan W. S. Rendra mengenai Suku Naga direkonstruksi kembali pada era berikutnya dengan konteks lain yang berbeda. TERAS PMII Rayon FIB merefleksikan kembali konteks yang terjadi ihwal telaah kritis modernisme saat ini, melalui penafsiran dan ijtihad ulang melihat relevansi kondisi bangsa hari ini. Dimulai dari simbolik modernisme mengenai Revolusi Industri 4.0 yang diangkat oleh dua orang tokoh mesin di awal dengan gerakan unik yang ditampilkan.

Lakon KPSN mencoba menggambarkan kritik budaya hari ini. Kerajaan Ratu Astinam yang berdiri sebagai oligarki, melalui faksi-faksi yang dimainkan dengan menggunakan para stakeholder untuk pendekatan regulasi, lobi-lobi demi merobohkan lokalitas pada Suku Naga dengan wadah bernama “Korporasi”.

Melalui alur yang dimainkan, satu per satu para aktor berhasil menghayati dan menjalankan tugas dengan baik. Kritik dan pesan yangg dapat diambil, pertama terdapat sebuah hal menarik ketika para elite yang diperankan memiliki kepandaian dan kapasitas keilmuan yang mumpuni namun, tidak diiringi oleh nilai-nilai di dalamnya. Akibatnya, penghayatan dan kepekaan atas penggunaan kekayaan alam kurang terkontrol, dan juga menjadi budaya permainan segelintir orang untuk mempermudah kepentingannya. Berbanding terbalik dengan masyarakat Suku Naga yang masih memperhatikan nilai-nilai tradisi sehingga praktis intuisi rohani di dalam masyarakatnya masih memperhatikan dan mengindahkan stabilitas alam.

See Also

Kedua, upaya desentralisasi atas berpindahnya masa Orde Baru ke Reformasi hari ini kurang menemui titik temu terkait penyeragaman kesejahteraan sosial masyakarat, sehingga lakon KPSN yang ditampilkan hari ini mempertegas relevansi konteks sosiokultural yang terjadi saat itu dengan konteks sosiokultural hari ini melalui rekaan pertunjukan seni. Modernisme merupakan hal yang tidak dapat dihindari seiring zaman yang semakin berkembang namun, penggunaan modernisme sebagai “bungkus” hanya melanjutkan sempalan warisan masa lalu.

Ketiga, dalam prinsip dasar intelektual yang terpelajar, seseorang seharusnya memposisikan ilmu tidak sekadar hanya ilmu. Namun, ilmu guna diamalkan. Pengamalan tersebut hadir sebagai sebuah keberpihakan. Pertanyaannya, apakah posisi ilmu hari ini keberpihakannya jelas untuk masyarakat, ataukah muaranya untuk kepentingan segelintir orang? Telaah kritis modernisme hari ini masih terjadi ketimpangan terkait pembangunan. Masih banyak ketimpangan sosial yang terjadi, eksploitasi alam, dan lokalitas yang semakin tergerus serta isu agraria yang sampai saat ini belum selesai.

Apresiasi untuk PMII Rayon FIB yang tetap aktif dalam menyuarakan kondisi bangsa hari ini melalui alat pementasan teater. Tradisi tersebut harus tetap dilakukan sebagai kritik budaya. Akan lebih lengkap ketika lakon yang ditampilkan juga melibatkan permainan media yang menjadi alat penguasa sebagai framming hari ini, praktis alur yang dimainkan akan memperjelas kembali gambaran relevansi dari sang maestro, W. S. Rendra. Salam Seni dan Budaya! []

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top