Now Reading
Aku Melihat Air Mata di Lampu Merah

Aku Melihat Air Mata di Lampu Merah

@philspinelli

Malam ini;
Akan kukuburkan kenangan-kenangan bulan setengah tiang, bersama kesedihan bajumu yang hitam
Akan kuperingati batu nisanmu yang dipahat atas tangisan-tangisan paling sepi
Akan kutenggelamkan wajah dan matamu pada peti-peti yang sebentar lagi akan dikunci, peti-peti yang barang tentu dapat dibuka lagi, meski tidak setiap hari

Menjaga agar kita sama-sama mengingat;
Bahwa kita pernah menyelipkan surat bulan di tengah keramaian malam
Bahwa kita pernah merawat perasaan di bawah gerimis gigil paling hangat
Bahwa kita pernah duduk di bawah bintang-bintang dan membiarkan mata agar tetap terjaga demi saling menatap
Kau ingat pada suatu tengadah, kita pernah sama-sama berdoa dan bertanya:
Mengapa cinta diciptakan jika hanya membuat sakit?”
Bukankah cinta adalah telaga sejuk untuk mengistirahatkan tubuh-tubuh yang lelah, meski hanya fana?

Kini, aku dan kau akan menjelma menjadi stasiun-stasiun kereta tanpa roda
Alun-alun yang membenamkan kesibukan di sudut kota
Dermaga-dermaga hening yang telah kehilangan pasang dan surutnya

Dan di akhir kisah ini
Akan kupahat namamu di sorga-sorga telapak kaki dan kelopak mata
Akan kutasbihkan namamu dalam puisi-puisi menjelang pagi
Agar kita sama-sama menyaksikan;
Cinta yang kehabisan tenaga telah berubah menjadi kesedihan dengan payung-payung putih yang beranjak mati

See Also

Sementara aku akan tetap mengingatmu,
Meski air mata masih saja membanjiri lampu merah di ranum wajahmu

Jember, 2020.

View Comments (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top