Gelar Diskusi Buku #2, KIPMII Rayon FIB UNEJ Membedah Buku Berjudul “Laut Bercerita”
Jember, Matapena – Komunitas Inteligensia Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (KIPMII) Rayon Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (UNEJ)menggelar Diskusi Buku #2 yang berjudul “Laut Bercerita” karya Laila S. Chudori melalui Zoom Meeting. Acara diskusi bedah buku ini, dilaksanakan pada Sabtu (25/12/2021) malam hari. Pemantik, Alfiyatun Hasanah, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2020, mengupas isi dari buku tersebut dengan bahasa yang santai sehingga mudah dipahami oleh para peserta diskusi. Peserta diskusi sebagian besar dihadiri oleh anggota Rayon PMII FIB UNEJ, dan beberapa peserta eksternal. Berjalannya diskusi malam ini dibuka dan dimoderatori oleh Akhlada Nauroh Nadzifa.
Diskusi yang dibawakan oleh Alfiyatun ini membedah sebuah novel yang mengisahkan tentang perjuangan karakter utama, Biru Laut, bersama dengan aktivis mahasiswa lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama Winatra, Wirasena, dan Taraka. Perlawanan yang dilakukan kelompok aktivis ini bertujuan untuk membantu masyarakat mengambil haknya kembali. Perjuangan mereka dibekali dengan melakukan diskusi menggunakan buku-buku yang terlarang pada masa itu, seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Ernesto Laclau, bahkan Ralph Miliband. Diskusi buku yang mereka lakukan dibarengi dengan penyusunan strategi perlawanan di markas yang letaknya terpencil, jauh dari kota.
Perlawan para aktivis ini mendapatkan berbagai tekanan dari pihak yang berkuasa. Pengejaran dan penangkapan menghampiri. Beberapa dari mereka tidak kembali, sedangkan mereka yang berhasil dipulangkan kepada keluarganya merasa bersalah dan kehilangan. Rasa kehilangan juga dirasakan oleh keluarga aktivis. Untuk menyusuri keberadaan mereka yang dihilangkan secara paksa, keluarga dari para aktivis ini terus mencari keadilan dengan cara menggelar aksi Kamisan. Aksi ini digelar di depan Istana Negara bersama para peserta aksi yang mengenakan atribut berwarna hitam. Para keluarga diam berdiri, menggunakan payung hitam dan membawa papan berisikan potret orang yang hilang.
Untuk melengkapi imajinasi pembaca dalam menikmati novel, Leila S. Chudori berinisiatif mengemas “Laut Bercerita” dalam bentuk film pendek berdurasi 30 menit. Film tersebut disutradarai oleh Pritagita Arianegara dengan diperankan oleh sederet bintang papan atas seperti Reza Rahardian, Dian Sastrowardoyo, Ayushita Nugraha, Tio Pakusadewo, Aryani Willems, Lukman Sardi, dan masih banyak lagi. Dalam pembuatannya, film pendek ini memakan waktu selama kurang lebih tiga bulan.
“Alasan saya membedah buku ini karena saya cukup tertarik sebab bukunya ditulis dengan fakta yang ada, seperti genrenya yaitu Historical Fiction. Untuk isinya sendiri sebenarnya cukup mudah dipahami, hanya saja yang dapat membuat bingung itu dibagian tahun kejadian, jika tidak teliti maka akan cukup susah untuk memahaminya,” ujar Alfi menjelaskan.
Menurut Fatmawati, salah seorang peserta diskusi, pada masa sekarang ini jauh dikatakan terulang kembali masa dimana seperti yang diceritakan di zaman orde baru. “Di masa sekarang, jika terjadi semacam anarkisme atau perampasan atas hak berpendapat seperti kasus mahasiswa yang dibanting polisi itu, masih akan ada media sosial yang dapat mengontrol. Sedangkan dimasa lalu (di zaman Orde Baru), jika seseorang ingin berpendapat dan rezim merasa tidak nyaman, akan ada intel-intel yang secara diam-diam menculik. Ya, kalau di zaman Orde Baru hilangnya secara misterius, semacam tidak ada kabar sama sekali, hilang percuma. Berbeda dengan masa sekarang yang sudah aktif (dalam) penggunaan media sosial (untuk berpendapat dan membela yang benar),” ujarnya.
Bedah buku berjudul “Laut Bercerita” mampu memberikan gambaran tentang bagaimana perjuangan mahasiswa membela hak masyarakat pada masa itu. “Laut Bercerita” membuktikan bahwa, perjuangan para aktivis yang berdiskusi, menyusun strategi perlawanan secara sembunyi-sembunyi, dan melakukan banyak aksi akan berdampak bagi negara, pemerintah dan masyarakatnya. Pedihnya perjuangan mereka berhasil menggulingkan rezim pada masa itu. Kehidupan kita saat ini tidak lepas dari perjuangan mereka, kita bisa dengan mudah menikmati yang namanya kebebasan berpendapat, dan mengenyam pendidikan. Perlu dicatat, novel ini secara tersirat juga berpesan tentang pentingnya menuntut ilmu, kewajiban menuntut ilmu tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Seperti Laut dan Alex yang masih bisa menyelesaikan urusan kuliahnya meski disibukkan dengan perjuangannya membela hak masyarakat. Berbagai perjuangan dilakukan, banyak darah bertumpahan, dan entah berapa banyak orang yang dihilangkan secara paksa oleh mereka, rezim Orde Baru. Diskusi pada malam hari ini diharapkan dapat memantik semangat peserta dalam memaknai perjuangan. Perjuangan akan terus berjalan, tidak hanya dengan melakukan aksi turun ke jalan, tapi juga bisa mengemasnya menjadi dalam bentuk tulisan.
Jurnalis: Husnul Hotimah
Editor: Azza Masruroh Nur