Now Reading
Kota Manchester Lekas Memerah Menyusul Merah Api Meriam di Kota London: Analisis Taktikal Manchester United vs Manchester City

Kota Manchester Lekas Memerah Menyusul Merah Api Meriam di Kota London: Analisis Taktikal Manchester United vs Manchester City

Terhitung sejak sebelum Piala Dunia Qatar 2022, rubrik bola Matapena tak dihinggapi oleh tulisan-tulisan analisis pertandingan. Akhirnya tiba saatnya untuk kembali menulis sebab mood yang bagus juga kebetulan terdapat Big Match seru yang alhamdulillah MU menang.

Pada pekan ke-20 Liga Primier Inggris (EPL) mempertemukan sang protagonis Man. United berhadapan dengan sang antagonis Man. City yang juga merupakan rival se-kabupaten bertajuk Derby Manchester. Derby yang sejak dari dulu selalu menjadi headline utama di Kota Manchester bahkan Inggris, karena secara tak langsung memisahkan dua jenis masyarakat yang mungkin saja mertua-mertua di Kota Manchester juga menyeleksi calon menantunya dengan pertanyaan ”kamu fans merah atau fans biru?” Selain faktor historikal, pertemuan ini juga menjadi adu taktikal antar pelatih plontos yaitu Pep Guardiola yang berhasil membawa city berkuasa di Inggris selama 10 tahun terakhir (yah… asal belum 32 tahun belum bisa disebut legend.. chuaks). Sedangkan botak satunya, Erik Ten Haag yang mulai merangkak bersama United dengan tim prematurnya yang sepertinya telah menemukan pola permainannya dengan 6 kali kemenangan beruntun setelah Piala Dunia 2022 di semua kompetisi.

Pertemuan ini merupakan pertemuan kedua di musim 2022/2023, di mana pada pertemuan pertama United dihajar habis-habisan oleh City dengan skor 6-3 lewat Double Hattrick  pemain muda City yaitu Haaland dan Poden. Pada match ini sendiri berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan United. Nah, bagaimana jalannya match ini? Bagaimana sang protagonis akhirnya dapat membalas dendam kepada  sang rival  dengan sangat mengharukan dan seru dan keren dan keren pokoknya? Kita langsung saja melihat dari segi taktikal jalannya pertandingan tersebut.

United menantang City dengan formasi andalan dan terkuat Ten Haag yaitu 4-2-3-1 dengan double pivot atau gelandang bertahan dan 1 gelandang serang tipe playmaker untuk menyokong lini depan bersama 2 winger dan satu striker untuk lini serang. Ten Haag jelas telah menguasai formasi ini terbukti dengan banyak merotasi posisi pemain yang tidak pada formasi biasanya yang bisa dibilang cukup berani untuk diturunkan pada big match sebesar ini, misalnya Luke Shaw yang merupakan fullback kiri diganti pada posisi bek tengah yang memang telah teruji di match-match sebelumnya dan berjalan mulus. Lalu Bruno yang ditarik ke samping kanan menjadi winger kanan dan Eriksen maju menjadi gelandang serang, dan yang cukup unik ialah diturunkannya Fred menjadi gelandang bertahan menemani Casemiro. Sedangkan pada kubu City, Pep tak mau berisiko dengan menurunkan formasi terkuatnya yaitu 4-3-3 dengan pemain utama mereka.

Laga ini sendiri berjalan alot dengan City yang bermain possesion ball yang memang menjadi kekuatan utama mereka dibawah Pep dan United bermain reaction ball atau re-aktif ball yang memang counter dari possesion ball dengan memanfaatkan kesalahan pemain lawan di garis depan dan intersept pemain bertahan yang akan langsung diterobos ke pemain depan dengan tempo cepat sehingga pemain bertahan lawan belum dalam posisi atau bentuk terbaik mereka. Babak pertama, City bermain dominan namun gagal membongkar pertahanan United karena rapat dan juga strategi cerdik Ten Haag menaruh Fred untuk menempel ketat De Bruyne yang merupakan otak utama dari build up serangan City. Terlihat pada babak pertama City benar-benar kesulitan dan malah United dengan reaction ball-nya berhasil beberapa kali mengancam lini belakang City walau tak terjadi gol. Bahkan, terhitung pada babak pertama City sama sekali tak menghasilkan shot on target yang merupakan fenomena langka bagi city yang biasanya banyak menghasilkan peluang atau create chances.

Pada babak kedua, sepertinya Pep telah menemukan celah dengan City yang bermain lebih rapat dengan garis tinggi yang berusaha agar pemain United tak bisa build up serangan dan secepat mungkin menghentikan transisi positif United (transisi positif: transisi dari bertahan ke menyerang). Strategi ini terbilang sukses dengan United yang  tetap bermain Reaction ball dan benar-benar kesulitan dan selalu kehilangan bola pada momen transisi positif. Hingga pada kurang lebih menit 60, City berhasil menjebol gawang De Gea lewat pemain pengganti mereka Jack Grealish. Momen ini benar-benar menjadi tolak ukur betapa cerdiknya De Bruyne yang sedari awal ditempel ketat Fred dengan melakukan outplay (gerakan menipu yang diluar teknik bola atau perspektif lawan) yang berhasil menusuk ke kotak penalti United dan melakukan crossing yang kemudian dijebloskan Grealish melalui sundulannya ke gawang United. Namun, setelah mencetak gol City cenderung bermain longgar (entah memang intruksi pelatih untuk melambatkan intensitas serangan atau memang City yang lengah) yang kemudian berujung gol pada sekitar menit 78 untuk united akibat kecerdikan Rashford menipu bek City yang mengira posisi rashford offside, namun Rashford (yang memang dalam kondisi offside)  tak menyentuh bola dan diselesaikan oleh Bruno yang dalam posisi onside. Gol ini sedikit kontroversial karena memang posisi Rashford yang offside namun tak menyentuh bola akan tetapi ada perbedaan pendapat ketika Rashford tetap mengejar bola yang pada sebagian fans dianggap mengganggu bek lawan yang jika sesuai peraturan  dianggap offside. Gol ini juga merupakan bentuk efektifnya reaction ball melawan possesion ball walau pada pelaksanaannya terjadi karena kesalahan dan kelengahan City pada saat transisi negatif (transisi menyerang ke bertahan). City bermain semakin amburadul berbalik dengan United yang justru semakin menemukan tempo dan ritme permainan, hingga pada sekitar menit 82 lagi lagi hasil dari reaction ball yang menghasilkan terobosan manis ke winger kiri United yaitu Garnacho yang dengan cerdik mengelabui lini bertahan City berhasil menerobos bola ke depan mulut gawang yang diteruskan oleh Rashford menjadi gol kedua bagi United. Skor 2-1 mengakhiri laga karena memang United yang langsung bermain aman dengan all out defend-nya dan City yang makin frustrasi karena tak bisa menembus lini belakang United yang lapis-lapis.

Hasil ini membuat City tertahan diperingkat 2 dengan jarak 5 poin dengan Arsenal (setidaknya sampai nanti malem hasil Tottenham vs Arsenal) dan United naik ke peringkat 3 sementara dengan jarak 1 poin dari city dan 6 poin dari Arsenal di pucuk. Laga ini juga merupakan kelanjutan dari tren positif kemenangan beruntun United dari setelah Piala Dunia Qatar 2022 dan konsistensi Rashford mencetak gol berturut turut dari 7 laga terakhir. Special respect untuk Fred yang bermain bagus terutama dalam menempel ketat De bruyne walau blunder sekali tapi sepanjang laga De Bruyne benar-benar tersiksa, bahkan mungkin sampai kebawa mimpi. Lalu… where is Haaland???  Pekan berikutnya ketemu Arsenal yang lagi kedinginan, semoga United tetap konsisten dan bisa curi 3 poin dari Emirates Stadium. Sekian tulisan yang panjangnya nauzdubillah ini, kurang lebihnya mohon maaf… terima kasih. #GGMU

 

penulis: Refaga Bayu Dwi Saputra

 

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top