Now Reading
Membaca Fenomena Tradwife dan Pembelajaran Penting Hannah Ballerina Farm

Membaca Fenomena Tradwife dan Pembelajaran Penting Hannah Ballerina Farm

Salah satu adik tingkatku, beberapa waktu lalu, melempar sebuah pernyataan yang awalnya tidak terlalu aku gubris. Pertama, karena dia menceritakan persoalan itu ketika mengantuk sudah menggerogoti kantung mataku. Kedua, aku juga tidak cukup update belakangan ini. Tapi ternyata persoalan yang sama dengan yang dia ceritakan muncul di berandaku subuh tadi. Aku cukup gundah hingga lahir tulisan ini.

Soal Hannah Neeleman, seorang influencer yang tenar dengan nama media sosial Hannah Ballerina Farm. Jika ditelusuri lebih jauh, Ia merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 8 anak. Tampak pada bio instagram-nya bahwa Ia juga pernah memenangkan kontes kecantikan Amerika tahun 2023 lalu. Konten yang disajikan melalui instagram dan tik-tok-nya tidak jauh dari kegiatan domestik sehari-hari. Misalnya memasak, mengurus ternak, dan merawat anak serta suaminya.

Baru-baru ini Hannah menjadi populer di media sosial karena suaminya dianggap eksploitatif. Persoalan ini muncul pertama kali karena pemberitaan sebuah media dengan framing β€˜tradisional wife’ atau β€˜tradwife’ terhadap Hannah. Tulisan tersebut diterbitkan oleh Times danΒ  bernada mengkritik gaya hidup Hannah yang diindikasi sebagai tradwife tersebut. Penggambaran Hannah sebagai β€˜yang ditindas’ dan ratu tradwife dijabarkan dengan jelas oleh artikel tersebut.

Meskipun viral, Hannah dan keluarganya cenderung tidak peduli atas pemberitaan yang ditujukan kepada dirinya. Bahkan setelah dipublikasikan, berita tersebut menjadi perdebatan publik dan melahirkan pro-kontra. Tidak hanya itu, hal tersebut juga menyebabkan kemarahan publik hingga meminta Hannah berpisah dari suaminya. Media sosial keduanya pun diburu publik. Hannah akhirnya buka suara atas apa yang terjadi dan mencoba meluruskan opini-opini liar soal kehidupan rumah tangganya. Ia membantah atas tuduhan eksploitasi dan mengaku senang atas segala keputusan yang dia ambil untuk hidupnya.

Sebenarnya, apa sih tradwife itu? Mari telaah lebih lanjut!

Pada dasarnya tradwife sudah populer sejak akhir 2023 lalu. Tidak hanya Hannah, ada beberapa influencer di Barat yang juga membagikan kegiatannya dan membuat konten dengan mengaku sebagai tradwife. Salah satunya adalah Estee William yang cukup aktif juga membagikan konten di instagram dan tik-tok terkait persoalan itu.

Seorang wartawan asal Amerika, Elise Sole, juga pernah menulis terkait dengan tradwife ini. Menurutnya, istilah tersebut berkaitan dengan cara pandang seorang perempuan yang menganut pendekatan tradisional dalam kehidupan rumah tangganya. Kalau di Indonesia istilah ini sebenarnya lebih dekat dengan budaya patriarki. Meskipun arti dan pemaknaannya memang harus disesuaikan dengan keyakinan masing-masing individu.

Secara historis, tradwife sendiri diindikasi ada di masa keemasan Amerika tahun 1950-an. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik laki-laki kelas menengah saat itu terbilang mapan dibandingkan saat ini. Ada hierarki yang sebenarnya masih lebih banyak menguntungkan laki-laki. Indikasi lain bahwa kepercayaan atas tradwife Β ini sebagai kelompok sayap kanan di Amerika, meskipun tidak semuanya dapat digolongkan demikian.

Karakteristik tradwife nampak melalui beberapa hal. Misalnya, perwajahan atas kepercayaan nilai dan peran gender konvensional. Mereka percaya bahwa suami sebagai pencari nafkah utama dan istri hanya fokus di ruang lingkup domestik. Beberapa orang yang percaya akan tradwife juga identik dengan penggunaan gaun dan gaya rambut retro ala 1950-an.

Poin penting yang bisa dijabarkan lebih lanjut berdasarkan uraian di atas erat kaitannya dengan pembaharuan cara pandang dan kontekstualisasi. Pertama, kita patut bergembira atas responsivitas publik soal adil gender dan gerakan feminisme yang terus mengarah kepada kemajuan. Akan tetapi, ada beberapa aspek lain yang perlu digarisbawahi.

Lebih jauh, persoalan gender, feminisme, atau dalam lingkup yang lebih spesifik tentang perempuan juga harus mempertimbangkan aspek β€œmenghargai”. Belajar dari Hannah kita juga harus memperhatikan bagaimana agensi atas diri perempuan dan pilihan hidup adalah bagian dari hak asasi manusia. Selama dia konsen dan sadar atas apa yang dipilih, kita tidak patut untuk menghakimi. Mungkin demikianlah yang disebut β€œwomen support women”.

Kedua, terkait dengan kontekstualisasi maka kita akan berbicara lingkup spasial di Indonesia. Tradwife akan sangat riskan jika banyak orang menjalankannya di sini. Gerakan feminisme dan adil gender di negara kita masih jauh dari apa yang diharapkan. Jika fenomena ini benar-benar terjadi, maka dapat dihitung sebagai kemunduran diskursus adil gender atau feminisme di Indonesia. Bayangkan saja jika perempuan-perempuan di Indonesia menggantungkan persoalan ekonomi seluruhnya pada suami. Padahal jika dilihat secara antropologis, kelas-kelas sosial di sini masih banyak yang tergolong menengah ke bawah. Dari sinilah kita juga belajar bagaimana tradwife juga bertalian dengan isu kelas. Bukankah persoalan tradwife terlalu kebarat-baratan untuk kita yang tinggal di timur, kan?

Penulis: Fatmawati

Editor: Cindy Virda

Foto: Internet

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top