Miracle Flower’s

Warna warni bunga seharusnya sudah memenuhi jalan di depan Miracle Flower’s. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun toko kecil itu belum menunjukkan tanda-tanda akan buka. Biasanya jam segini bunga-bunga dari dalam toko itu sudah memanjakan mata para pejalan kaki.

“Sepertinya kau harus merekrut pegawai paruh waktu, Mo.” Ia berkata demikian karena melihat orang yang ia panggil Mo itu, kerepotan menyiapkan pesanan sendirian.

“Tidak. Aku masih sanggup mengerjakan semuanya sendiri,” balas Mo sambil merapikan mawar merah yang akan ia jadikan buket.

Mo berjalan ke sana kemari untuk menyiapkan buket besar pesanan pelanggannya. Saking seringnya ia berjalan mondar-mandir, ia tak sadar apa yang berada di dekatnya.

Prang!

Malang memang tak pernah disangka, satu pot bunga yang berdiam tak jauh dari sisinya sudah jatuh tak tersisa. Tanah lembab bercecer di lantai, pun bunga indah yang kotor karenanya.

“Oh, tidak. Kamu jadi kotor karena jatuh. Tunggu sebentar, aku akan segera memindahkanmu ke pot lain,” ucapnya sambil terburu-buru mencari pot baru.

“Kau memang ceroboh, Mo,” ucapnya tanpa berniat membantu Mo sama sekali.

Orang yang dipanggil Mo itu menghembuskan napas kasar. Ia merasa sangat lelah. Semalaman ia menyiapkan banyak bunga. Pagi ini ia masih harus menyelesaikan satu buket bunga dengan 100 tangkai mawar merah. Benar-benar hari yang sibuk untuknya.

“Sepertinya aku tidak akan buka toko untuk hari ini. Pesananku belum selesai, dan aku masih harus mengantar ini nanti. Lalu, nanti malam aku juga harus menghadiri pesta.” Mo menceritakan kesibukannya.

“Memangnya, manusia mana yang pesan buket sebesar itu, Mo?” tanyanya penasaran.

“Kau tahu tuan muda Rich? Dia yang memesan buket ini untuk pesta ulang tahun kekasihnya,” jawab Mo sembari merangkai bunga satu-persatu.

“Wow, pesta seperti apa yang akan digelarnya? Apa menghias dinding dengan rumbai warna-warni? Atau tulisan happy birthday dengan balon besar?” tanyanya penasaran.

“Tidak, pesta yang akan diadakan tuan muda digelar di halaman rumahnya. Bunga-bunga yang sudah aku siapkan ini akan menjadi dekorasinya. Ini akan menjadi pesta yang meriah, aku bahkan mendapat undangan,” jelas Mo seraya menunjukan undangan yang ia dapat.

“Ah, andai aku manusia. Pasti menyenangkan datang ke acara pesta. Makan berbagai hidangan, minum sepuasnya, dan berjumpa banyak kawan,” katanya kecewa.

Mo diam mendengarkan. Buket bunga yang ia rangkai sudah selesai, tinggal menambahkan kertas segitiga dan pita merah, hadiah ini pun siap ia kirimkan.

Mo berlalu untuk mengecek kembali bunga-bunga lain yang juga akan ikut serta dibawanya ke tempat acara, ia berharap tidak ada yang tertinggal.

Kring!

“Selamat siang, Mo. Apa bunga yang akan diantar hari ini sudah siap?” Jo datang tepat waktu. Ia hari ini membantu Mo untuk urusan pengiriman.

See Also

Mo mengangguk, ia mengangkat dagunya untuk menunjukkan kerja keras yang ia lakukan semalaman.

“Kamu bisa pindahkan ini satu persatu ke mobil, Jo. Aku akan menyusul setelah menyelesaikan kekacauan di sini,” jelas Mo.

Satu persatu bunga Jo pindahkan ke mobil, begitu juga dengan buket 100 tangkai itu. Mo juga sudah membersihkan kekacauan yang ia buat di toko. Ia juga sudah bersiap untuk pergi dengan membawa satu totebag berisi hadiah dan satunya lagi pakaian untuk pesta.

“Aku akan pergi berpesta malam ini, jaga toko baik-baik selama aku pergi. Ingat! Jangan hancurkan bunga-bunga yang sudah aku rawat dengan baik,” jelas Mo sungguh-sungguh.

“Kau berbicara seolah-olah kucing itu mengerti ucapanmu, Mo,” ucap Jo seraya tertawa.

Bahkan sedari tadi, Mo sudah berbincang dengan kucing itu. Kamu pasti akan terkejut jika mengetahui apa yang terjadi di dalam toko Miracle Flower’s, bahkan kejadian tadi baru satu keajaiban.

Keajaiban yang lainnya masih banyak dan hal itu yang menjadi alasan, kenapa Mo hingga detik ini belum juga mencari pegawai paruh waktu.

– Dewi Ningrum

Lumajang, 16 Januari 2025

View Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll To Top