Ngaji Kitab Alala Part 3: Dampak Buruk Banyak Bicara dan Keabadian Seorang Pemilik Ilmu
Mata Pena adalah media sosial informasi di bawah pengelolaan Badan…
JEMBER, MATAPENA—Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Komisariat Universitas Jember mengadakan “Ngaji Kitab Ta’limul Muta’alim (Alala)”, Selasa (21/12/2021) malam, secara daring. Pengisi kajian adalah Imdad Fahmi Azizi, dewan pengajar di Pondok pesantren Madinatul Ulum, Jenggawah. Sementara itu, sebagai moderator adalah Muhammad Afifuddin, pengurus PMII Rayon FIB. Acara ini diikuti oleh sebagian besar anggota Rayon FIB dan beberapa peserta dari eksternal rayon.
Gus Imdad, sapaan Imdad Fahmi Azizi, memulai pejelasan dengan membacakan bait ke-14 kitab Alala tentang dampak buruk dari banyak bicara. Terjemahan dari bait tersebut adalah, “Bila akal seseorang telah sempurna (cerdas), maka sedikitlah bicaranya, dan yakinlah akan bodohnya orang yang banyak bicara “. Sebagai penjelasan, Gus Imdad menekankan untuk berpikir dahulu sebelum bebicara. “Semakin berilmu, semakin sedikit berbicara. Sebab, berpikir dulu sebelum berbicara dan berbuat. Maksudnya kita bisa meyakini bahwa sebaliknya pun demikian ketika seseorang itu tidak sempurna akalnya (bodoh) dia akan banyak mengatakan sesuatu yang tidak dipahami. Misalnya dalam pengajaran, orang berilmu akan berhati-hati dalam menjelaskan sesuatu. Misalkan tentang ayat, tidak akan sembarangan menjelaskan, tetapi mencari penjelasan melalui syarh dan tafsir. Tidak akan mengatakan sesuatu jika tak tau penjelasannya. Orang bodoh, akan mengatakan sesuatu yang tidak dipahaminya: umurnya akan sia-sia,” jelasnya.
Gus Imdad juga memberikan peringatan untuk diam jika tidak paham benar akan suatu hal. “Diam itu selamat. Kalau tidak memahami sesuatu, jangan banyak bicara,” tuturnya untuk menutup pembahasan bait ke-14.
Kehati-hatian dalam berbicara juga diperlukan. Sebab, jika tidak, akan berbahaya bagi seseorang. “Seorang pemuda akan mati karena terpeleset lisannya, tidaklah akan mati seseorang karena terpeleset kakinya (bait ke-15); karena terpelesetnya mulut bisa melenyapkan kepalanya, sementara terpelesetnya kaki lama-lama akan sembuh (bait ke-16),” terang Gus Imdad, saat membacakan terjemahan bait ke-15 dan 16.
Selain membahas dampak buruk banyak bicara, kajian ini juga membahas salah satu keutamaan orang yang berilmu. Tepatnya melalui bait ke-17 dan 18 yang terjemahannya adalah, “Orang yang berilmu akan hidup setelah matinya, meskipun tulang belulangnya telah hancur di bawah bumi (bait ke-17); sementara orang bodoh mati meskipun masih berjalan di atas bumi, dia menganggap dirinya hidup padahal dia telah tiada (bait ke-18)”.
Gus Imdad menjelaskan, orang yang berilmu akan abadi karena ilmunya bermanfaat. “Sebab, ilmu adalah derajat paling tinggi yang dicapai seseorang. Orang berilmu kemuliannya akan terus kekal dan langgeng. Sebaliknya, orang bodoh setelah mati berada di lapisan tanah, tetapi orang berilmu akan terus langgeng. Karena ilmu adalah derajat tertinggi dari segala hal,” jelasnya.
Untuk lebih memudahkan pemahaman peserta ngaji, Gus Imdad memberikan contoh melalui para ulama yang namanya tetap dikenal hingga sekarang. “Para ulama, Imam Nawawi Ad-damasky, penulis kitab riyadhus salihin sudah wafat, etapi masih terus bermanfaat hingga kini. Walaupun sudah wafat lama, namanya hingga kini tetap disebut, karyanya tetap dibaca. Pramoedya ananta toer, Imam syafi’i: namanya kekal dan abadi karena karnya tetap dikaji. Begitupun Imam Ghazali. Walaupun sudah meninggal namanya selalu ada, ilmunya tetap mengalir, karyanya tetap dikaji,” tuturnya.
Untuk menutup penjelasan, Gus Imdad mengutip kalimat Pramoedya Ananta Toer, “Pada saat jadi aktivis, saya pernah membaca perkataan Pram: ‘Menulis adalah bekerja untuk keabadian.’”.
Acara kemudian dilanjut dengan sesi tanya-jawab dengan pemateri yang dipandu oleh moderator. Beberapa peserta melontarkan pertanyaan dan Gus Imdad menjawabnya. Acar ditutup dengan sesi foto bersama.
Menurut Yuyun Ramadhani, Ketua Bidang II (Bidang Keagamaan) PMII Rayon FIB, tujuan diadakannya ngaji kitab Alala ini adalah untuk memberi wawasan tentang adab mencari ilmu. “Sebagai mahasiswa kan kita tidak jauh-jauh dari intelektual. Nah, hal yang (perlu) dipelajari (red: Kitab Alala) pasti harus yang berkaitan dengan adab mencari ilmu.”
Sementara itu, Tri Aprillia, anggota PMII Rayon FIB yang juga mengikuti acara “Ngaji Kitab Ta’limul Muta’alim (Alala)” merasa memperoleh manfaat dari acara ini. Menurutnya, acara ini memberikan ilmu baru. “Lia mendapatkan ilmu baru yang awalnya sama sekali tidak tahu tentang kitab Ta’lim Muta’alim ini sekarang tau sedikit demi sedikit tentang isi kitab ini. Penjelasan pemateri juga sangat jelas dan mudah dipahami,” tuturnya.
Lia, sapaan Tri Aprillia, juga berharap agar peserta acara ini semakin banyak. “Semoga zoom malam ini bermanfaat bagi sahabat dan sahabati semua, aamiin. Dan untuk ngaji selanjutnya semoga makin banyak pesertanya,” pungkasnya.
Jurnalis: Muhammad Rizqi Hasan
Mata Pena adalah media sosial informasi di bawah pengelolaan Badan Semi Otonom Media Informasi (BSOMI) yang mewadahi tulisan para kader PMII, khususnya Rayon Ilmu Budaya Universitas Jember. Sebuah media alternatif dengan konten literasi yang beragam namun, tetap terkupas melalui sisi pergerakan. Rayon PMII Ilmu Budaya dengan basis pengetahuan sastra, seni, dan budaya tentu tidak akan jauh dan lepas dari wacana tersebut. Tiga kunci yang menjadi modal dasar kaderisasi dan pengembangan kader. Oleh karena itu, Mata Pena hadir sebagai sarana media literasi. Salam literasi! Salam Pergerakan!