Peran KOPRI: Strategi serta Reaktualisasinya
KOPRI memiliki kepanjangan Korps PMII Putri. KOPRI sendiri memiliki makna sebagai wadah bagi kader perempuan PMII untuk dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Korps PMII Putri didirikan pada tanggal 7-11 Februari 1967 yakni 7 tahun setelah lahirnya PMII dalam bentuk departemen keputrian dan lahir bersamaan dengan MUKERNAS III PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1967. Dalam dinamikanya KOPRI banyak mengalami pro dan kontra dalam setiap pembentukannya, hal ini disebabkan rendahnya rasa kepemilikan KOPRI oleh kader PMII itu sendiri. Berbagai penolakan atas KOPRI banyak terjadi karena acuan kaderisasi itu berlaku secara general, tidak ada sekat antara kader putra dan kader putri. KOPRI memiliki tujuan membentuk pribadi muslimah Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Arah gerak dari KOPRI tidak hanya dibatasi dalam ranah isu-isu perempuan, tetapi sebagai kader PMII secara mutlak dapat senantiasa bergerak pada gerakan kemanusiaan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Banyak mengalami pasang surut namun hingga saat ini KOPRI masih tetap eksis di beberapa daerah di Indonesia. Juga, tidak dapat dipungkiri di zaman milenial seperti sekarang KOPRI dihadapkan dengan tantangan baru yakni VUCA. VUCA (Volality, Uncertainty,Complexity, dan Ambiguity) adalah fakta yang memberi gambaran dunia saat ini, dunia sedang mengalami perubahan dengan cepat serta susah ditebak. Salah satu perubahan yang terjadi di masyarakat saat ini adalah kegiatan yang berbasis digital. Berkembang pesatnya teknologi di zaman sekarang membuat isu-isu terkini cepat beredar secara online di sosmed salah satunya adalah isu-isu terkini tentang perempuan di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Isu perempuan yang marak terjadi di Jember adalah kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka kekerasan pada perempuan di Kabupaten Jember tercatat mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Hal itu berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jember. Tercatat, hingga Agustus 2022, laporan kekerasan terhadap perempuan mencapai 87 kasus dengan jumlah korban 48 orang. Jenis kekerasan yang dialami oleh perempuan di Jember didominasi psikis sebanyak 48 kasus. Selain itu, 18 kasus lain merupakan kekerasan seksual dan 14 kasus sisanya kekerasan fisik. Penyebab dari adanya kasus kekerasan pada perempuan ini terdiri dari beberapa faktor antara lain kondisi ekonomi, faktor lainnya yakni rendahnya pendidikan yang membuat pasangan kurang ideal dalam menyelesaikan masalah atau mencari solusi. Dampak dari adanya kasus ini banyak sekali namun dampak yang paling bahaya yakni dampak terhadap psikologi korban, karena luka psikis dapat menyebabkan efek yang panjang bahkan bisa mempengaruhi kehidupan sosial korban tersebut.
Dalam upaya mengatasi masalah tersebut peran KOPRI sangatlah dibutuhkan. KOPRI sebagai bagian dari organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang ramah memiliki peran strategis dalam membantu mengurangi kasus kekerasan seksual. Berkaitan dengan hal ini KOPRI bisa melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya persoalan isu kekerasan seksual, terutama kejadian-kejadian pelecehan seksual yang dinormalisasikan oleh masyarakat awam. Saat ini banyak sekali aktivis yang menyuarakan anti kekerasan seksual baik di media sosial maupun secara langsung. Hal ini bisa menjadi tombak bagi kader PMII putri untuk ikut menyuarakan tentang kekerasan pada perempuan. Salah satu contohnya KOPRI bisa menguatkan ide-ide anti kekerasan seksual di media sosial secara masif. Sebagai mahasiswa kita diberi hak istimewa untuk bisa menyampaikan aspirasi, terlebih lagi PMII merupakan sebuah organisasi yang juga selalu ikut mengawal isu-isu terkini baik itu politik maupun budaya. KOPRI harus mampu menjadi wadah masyarakat dalam menyuarakan isu-isu kekerasan terhadap perempuan karena ada ruang-ruang tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki mengenai persoalan ini. Selain bisa melakukan edukasi melalui media sosial maupun secara langsung kepada masyarakat, KOPRI juga bisa melakukan riset atau penelitian langsung karena semakin banyak ruang dialektika maka akan semakin banyak solusi yang ditemukan.
Selain hal di atas KOPRI juga bisa membentuk sebuah komunitas atau perkumpulan tentang kekerasan terhadap perempuan di lingkungan masyarakat. Salah satu contohnya KOPRI bisa lebih memasifkan gerakan perempuan seperti pemberdayaan perempuan di suatu wilayah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu hal penyebab kekerasan terhadap wanita ini adalah faktor ekonomi, dalam hal ini KOPRI bisa melakukan sosialisasi mengenai dana hibah kepada masyarakat terutama wanita agar kehidupan mereka lebih terjamin dan ekonomi mereka tercukupi, inventaris potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi suatu usaha atau UMKM.
penulis: Revy Hilda
editor: Haikal
ilustrasi: Fatma