Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Terdapat banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pesta negara yang sangat besar, khususnya dalam Pesta Demokrasi. Tentang pesta apa itu yang terjadi? Kita semua tahu selama ini pesta demokrasi yang paling besar adalah Pesta Demokrasi tentang Pemilihan Kepala. Tentu saja yang dimaksud disini adalah Pesta demokrasi pada pemilihan Kepala daerah ( Pilkada ).
Pesta Demokrasi tentang Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) ini akan dilaksanakan di Indonesia. Pilkada di Indonesia akan tetap berjalan, walaupun ditengah Pandemi virus corona ( Covid -19 ). Menurut saya ada kemungkinan tingkat partisipasi pemilih pada tahun 2020 ini akan rendah.
Muncul pertanyaan “bagaimana dengan masa pandemi corona ini, apakah pemilih akan rendah, kemungkinan ini ada.” Kendati demikian, pemerintah harus tetap optimistis untuk menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan tentang corona tersebut.
Dengan gencarnya sosialisasi tentang protokol kesehatan pandemi virus corona ini, kita yakin disiplin masyarakat di PILKADA dapat meningkat, Coba mengapa ?. Karena jika protokol kesehatan dipatuhi semua pihak, maka pemilih merasa aman untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara ( TPS ). Prosentasenya otomatis bisa meningkat 50 % sampai dengan pelaksanaannya pemungutan suara tersebut.
Mengapa ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Kepala daerah ini ?. Menurut saya itu karena kemungkinan ada Klaster baru dari penyebaran Covid – 19 dengan adanya PILKADA saat pandemi, Kepala daerah dinilai tidak akan fokus dalam menangani pandemi covid-19. Konsentrasi mereka akan terpecah
dalam penanganan covid – 19 di daerahnya, terlebih pada para petahana di daerah
tersebut.
Sebab “ ada persoalan kepala daerah yang tadinya sibuk mengurus covid-19 menjadi terbelah perhatiannya, dia juga running dalam Pilkada tersebut. Maka hal tersebut juga akan mengalihkan perhatiannya.” Tentu saja yang bersangkutan juga ingin bisa memenangkan Kontestasi ini, Adanya kecenderungan pemilih untuk Golput, karena masyarakat dalam kondisi pandemi saat ini takut untuk pergi ke tempat pemungutan suara ( TPS ) dan takut terinveksi virus Covid – 19 serta kemungkinan adanya FRAUD yang lebih merajalela seperti politik uang dan Politisasi Birokrasi.
Pesta demokrasi Pemilihan Kepala daerah ( Pilkada ) di Indonesia akan digelar secara serentak di 270 wilayah di Indonesia, yang meliputi 9 propinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Masa kampanye yang berlangsung selama 71 hari dan dimulai sejak 26 september dan berakhir 5 Desember 2020. Sementara hari Pemungutan suaranya ( PILKADA ) rencananya akan digelar serentak pada 09 Desember 2020 mendatang. Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) juga akan memantau serta memonitor pelaksanaan PILKADA disejumlah daerah. Terutama dan terkhusus 26 daerah yang pernah terjadi Tindak Pidana Korupsi ( TIPIKOR ). Hal ini dijalankan KPK dengan data yang dihimpun dalam kurun wakyu 2004 – 2020. Oleh karena itu KPK pun prihatin dan memantau penuh gelaran pilkada serentak tersebut, sebab kegiatan Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala daerah ini sangat memprihatinkan bagi kita disaat pandemi Covid – 19 ini. Kasus-kasus Tipikor tersebut yakni Jawa Barat = 101 kasus, Jawa timur = 93 kasus, Sumatra utara = 73 kasus, Riau dan kepulauan riau = 64 kasus, DKI Jakarta = 61 kasus, Jawa Tengah = 49 kasus, Lampung = 30 kasus, Sumatra selatan = 24 kasus, Banten = 24 kasus, Papua = 22 kasus. Kalimantan Timur = 22 kasus, Bengkulu = 22 kasus, Aceh = 14 kasus, Nusa Tenggara barat = 12 kasus, Jambi = 12 kasus
Menurut saya, bahwa Pilkada yang akan digelar serentak diberbagai daerah pada tanggal 09 Desember 2020 mendatang ini merupakan fenomena UNIK……Kenapa ?
Karena
a. Berdasarkan ZONASI, daerah yang ada di Pikada mengalami kasus Zona Merah
b. Sedangkan yang tidak ada Pilkada justru meningkat kasus Pandemi Corona nya
c. Mengapa demikian ? sebagai contoh , daerah sulawesi utara ketika melaksanakan
Pilkada di 7 kabupaten atau kotanya itu sebelum Pilkada Sulut merupakan Provinsi dengan daerah zona MERAH atau resiko penularan Covid – 19 tertinggi, Namun setelah pelaksanaan Pilkada berubah menjadi zona orane atau resiko penularannya SEDANG, artinya dari 12 menjadi 8 kota atau kabupaten, zona kuningnya rendah.
Kita harus optimis, bahwa jika seluruh komponen dalam pelaksanaan Pilkada tersebut patuh menjalankan protokol kesehatan, maka kasus Covid-19 akan mudah dikendalikan. Mengadakan pilkada di tengah krisis kesehatan masyarakat adalah mungkin, tetapi perencanaan yang besar diperlukan untuk menghindari agar tidak memperburuk situasi yang sudah mengerikan. Tempat pemungutan suara (TPS) harus dipilih di lokasi yang aman dan mudah diakses dengan protokol kesehatan. Mulai dari masuk lokasi, antrean, tempat cuci tangan, tata letak kursi petugas dan undangan, keluar lokasi, serta jumlah pemilih untuk menghindari kerumunan sehingga berpotensi terjadinya kontak langsung dengan yang lain. Dalam kasus Covid-19, kelompok pemilih rentan berisiko tinggi seperti orang tua dapat didahulukan dan bisa didampingi keluarga atau petugas di TPS agar tidak menghabiskan waktu antrean saat pencoblosan. Untuk itu, melindungi kesehatan demokrasi sambil melindungi kesehatan masyarakat harus menjadi pedoman KPU dalam merancang tahapan pilkada serentak 9 Desember 2020 yang sempat tertunda. Selain dilatih, penerapan protokol kesehatan dan mitigasi risiko, petugas di TPS harus dilengkapi APD. Perlu juga dibentuk TPS khusus untuk orang yang didiagnosis dengan Covid-19. Untuk mengurangi risiko kontak antarorang di TPS, KPU bisa membuat protokol yang menggambarkan rute tata cara pencoblosan sejak awal hingga akhir, termasuk sanitasi tangan saat masuk atau keluar setelah pencoblosan di TPS.
Siapa saja atau daerah mana yang akan melaksanakan Pilkada bupati dan wali kota tersebut ? yaitu :
a. Jawa Timur dengan 19 kabupaten atau kota
b. Sulawesi selatan dengan 12 kota atau kabupaten
Bagi saya, Pemilihan kepala daerah Bupati dan wali kota bisa saja dilaksanakan serentak pada tanggal 09 Desember 2020 dimasa pandemi Covid – 19 ini, asalkan semua unsur yang terlibat ( Peserta Pilkada, pemerintah dan masyarakat ) bisa menjaga dan menjalankan Protokol kesehatan dengan benar dan tepat. Mampu menjalankan dan melaksanakan pemilihan dengan jujur tanpa suap dan tanpa birokrasi yang berlebihan.
Untuk itu, dalam pilkada serentak yang akan diikuti 270 daerah, terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, KPU membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat, serta partai politik dan pemerintah, untuk menavigasi kompleksitas setiap tahapan pilkada. Termasuk berkoordinasi dengan otoritas kesehatan untuk membuat keputusan yang rasional dengan mempertimbangkan faktor politik dan kesehatan masyarakat untuk melindungi pemilih.
Kedamaian dan ketentraman dalam berkampanye selalu dijaga dengan tidak menjelekkan lawan pilihan, agar supaya kestabilan masyarakat terjaga. Jika kestabilan masyarakat terjaga, otomatis perekonomian terjamin. Negara menjadi aman, stabil, damai, tentram tanpa ada konflik.
Hasil Rencana Tindak Lanjut (RTL) Peserta Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2020 PMII Rayon FIB UNEJ.