Sayonara
Ya, semoga hari sahabat-sahabat Pembaca setia blog Matapena selalu bahagia dan menyenangkan, walaupun bahagia menurut definisi setiap orang orang itu berbeda dan mempunyai cara sendiri dalam menciptakannya. Mungkin tulisan ini akan sedikit menjawab pertanyaan sahabat-sahabat, kawan kawan, serta dulur-dulur semua yang masih bertanya-tanya, atau mungkin bisa dikatakan “menghilang” ataupun “meninggalkan” tempat di mana awal mula terbentuknya seorang salah seorang kader “kecekluk atau sengklek” mungkin itu julukan yang akan saya ingat selalu.
Memang berat serta terdapat risiko yang harus dibayar dengan mahal akan keputusan yang mungkin kalian anggap gila atau konyol ini: meninggalkan semua yang telah dibentuk serta direncanakan bersama. Namun begitulah mungkin garis takdir, kehidupan ini memang memiliki banyak sekali misteri, hingga sedikit dari misteri yang ada terungkap seiring berkembangnya akal pikiran manusia serta gerak zaman.
Dari sini mungkin akan kita mulai mengapa dan kenapa saya harus entah itu pulang, pergi, ataupun pergi pulang. Mungkin dari pecinta novel dari penulis yang sangat terkenal tidak asing dengan “pulang, pergi, pulang pergi”. Karena posisi saya mungkin bisa jadi sama dengan Sang tokoh utama di dalam cerita novel yang ditulis pengarang, namun dengan kondisi serta keadaan yang berbeda. Lantas mengapa demikian? sebab hidup adalah sebuah perjalanan, perjalanan pulang, pergi, ataupun pulang-pergi, bahkan bisa jadi “kembali” di mana awal manusia dibentuk.
Agaknya sedikit konyol dan mungkin banyak yang tak sependapat dengan hal tersebut, namun apa daya sebagai manusia biasa kita bisa apa. Kalau memang sudah jalannya dan hidup adalah saat kita harus memilih dengan jalan yang sudah diberikan, dan inilah jalan yang saya: semuanya akan di-restart, dan mungkin perjalanan kali ini lebih terjal daripada sebelumnya. Sama seperti si tokoh utama di novel itu, ia selalu mencari ketenangan serta selalu berjalan pulang dan pergi. Ini adalah langkah awal serta beragam risiko yang akan dihadapi oleh saya sendiri mungkin kalian juga, tapi saya tidak menyesal atas keputusan ini, dan keputusan ini tidak mudah untuk diambil begitu saja.
Perlu waktu satu tahun kurang lebihnya untuk mengambil secara tegas keputusan yang sudah saya ambil ini, meninggalkan kalian semua di sana. Mungkin banyak dari kalian yang menyesalinya, namun langkahku untuk meninggalkan kalian sebenarnya untuk menyadarkan bahwa semua yang bersama akan pergi ataupun pulang bahkan bisa juga kembali. Segala proses tersebut dapat mendewasakan serta membuat kita terus berusaha dan berpikir tidak selamanya orang orang terdekat akan selalu bersama. Bersama dalam artian satu lingkungan, satu rumah, serta satu dalam naungan tempat berproses ataupun dalam menempuh Pendidikan. Juga dalam kehidupan atau hidup ini, tak seharusnya mengandalkan satu orang saja dalam sebuah lingkungan berproses atau saat masalah merundung, karena ketika hanya mengandalkan satu orang saja, ketika seseorang tersebut menghilang secara tiba-tiba lalu kita akan bersandar dan berkeluh kepada siapa, selain Tuhan tentunya.
Ya, itulah kehidupan dan segala jalan serta misteri, susah buat diterka, tetapi sebagai manusia kita hanya bisa memperkirakan apa yang terjadi ke depannya. Dalam ilmu filsafat pun begitu, seorang pemikir yang pernah saya baca atau pun dengan ria berpendapat bahwa hidup ini ialah perjalanan yang tak akan ada ujungnya sebelum nyawa kita diambil oleh sang pemilik alam semesta, begitulah kira kira. Ya, mungkin uraian ini bisa menjadi jawaban atas apa yang kalian penasaran mengapa saya mengambil keputusan ini.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua organisasi yang pernah menjadi ladang berproses saya dalam kurun waktu hampir 2,5 tahun mungkin, utamanya kepada keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Jember (PC PMII JEMBER), karena saya ditempa di sana, selain di Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (PMII rayon FIB UNEJ), serta Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Jember. Terlebih lagi pada senior baik dari lembaga saya sendiri maupun dari lembaga di luar rayon saya, serta kepada para sahabat-sahabati angkatan 20 Se-Jember, banyak dari kalian yang telah menjadi seorang pimpinan di rayon masing-masing . Terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu menyempatkan waktu kalian untuk sekedar bertemu dan ngopi bersama di pinggir jalan yang entah membahas hal remeh-temeh belaka. Juga pada pionir 4 kader sengklek (sahabat Alfiyan rayon al-Ayyubi UNMUH, sahabat Hanafi Rayon FTP UNEJ, Sahabat Deny rayon Hukum UNEJ, dan Sahabat Alwi rayon FTP UNEJ).
Tak lupa pada sahabat-sahabati 20 PMII FIB UNEJ karena tanpa kalian saya mungkin tak akan bertahan lama. Juga kepada salah satu kawan DPK GMNI FIB saya, yakni kepada Kawan Yuda Firmansyah, karena dialah saya dapat sedikit memahami apa itu politik, terima kasih atas ilmunya kawanku. Buat adik-adik 21 dan 22 satu pesan saya, berproseslah dengan baik serta semangat walau kalian lelah sekali pun. Sekian terima kasih, mungkin ini tulisan yang terakhir saya yang dimuat di Matapena. Nah, dengan ini usai sudah serta jelas sudah saya telah pergi dari kota yang sering disebut sebagai “kota epicentrum Pergerakan PMII”, semoga masih bisa dipertemukan kembali.
penulis: Akmal Rizka Wardana
editor: Haikal