Spesial untuk Hari yang Menggembirakan
Identitas Buku:
Jika kalian memutuskan untuk berkunjung ke sini, berarti kalian telah memutuskan untuk membaca sampai habis. Dan resensiku tidak menjual sekadar identitas buku, namun deskripsi dan uraian yang mungkin dapat membuat kalian penasaran.
***
“Aku tidak ingin sambal buatanmu menjadi pasaran. Sebaiknya kau berhenti berjualan sambal. Cukup aku saja yang menikmati sambalmu, Dik”
(Sambal di Ranjang : 27)
Perkenalkan, kalimat di atas merupakan salah satu kutipan dari kumpulan cerita pendek berjudul Sambal dan Ranjang. Untuk menemukannya, kalian bisa membaca buku ini dan mencari cerita pendek yang berjudul Sambal di Ranjang. Kali ini spesial untuk menyambut hari yang menggembirakan, kemarin. Hari di mana hampir satu dekade penantian yang begitu panjang. Momentum yang pas kiranya untuk menyambut disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Semangatku membuncah seketika untuk menuntaskan kumpulan cerpen Sambal dan Ranjang—hari ini juga. Apalagi pasca mendengar bahwa UU TPKS akhirnya disahkan. Bagiku, ini merupakan korelasi yang tepat: membaca buku ini dan momentum hari ini. Mungkin buku ini bisa menjadi rekomendasi bacaan untuk kalian.
Meskipun untuk pertama kalinya, aku pribadi akhirnya bisa menuntaskan sebuah kumpulan cerpen, tapi menurutku ini begitu menarik. Cukuplah untuk membayar rasa penasaranku. Walau agaknya sedikit tidak nyaman, mungkin karena konteks dan tokoh cerita yang berubah-ubah tiap satuannya. Berbeda dengan prosa lain semisal novel. Tapi menurutku, itu tidak akan menjadi masalah. Apalagi bagi pembaca yang memang sudah terbiasa. Bisa jadi hanya sebagai tuntutan untuk adaptasi diri.
Setidaknya terdapat 16 cerpen yang terdapat dalam buku ini. Mungkin benar, “tulisan akan memilih berkisah kepada setiap pembacanya”. Di antara 16 cerpen yang ada, secara umum memang tidak luput dari kisah-kisah perempuan. Perempuan yang dihidupi oleh stigma banyak orang, perempuan yang memilih hidup dengan kemandiriannya, perempuan dan cintanya, lalu perempuan yang secara bejad dinodai oleh laki-laki. Banyak sekali kisahnya. Mungkin lebih tepatnya begini: “Perempuan Dengan Segala Dinamikanya”.
Sepanjang membaca buku ini, keinginanku tak lepas dari ingin misuh. Meronta-ronta dalam diri karena hampir kesemuanya relevan dan terjadi belakangan ini di Indonesia. Bagaimana mungkin tidak ingin misuh jika begitu? Atau, bisa saja isinya adalah sesuatu yang memang telah mengakar pada stigma msyarakat ketimuran, khususnya dalam konteks patriarki.
Yang perlu diketahui lagi, berbagai cerpen yang termuat di dalamnya bukanlah sebuah cerpen yang menyajikan bahasa super tinggi sampai harus berulang kali membaca dan sukar memahaminya. Sederhana saja. Bahasanya tak luput dari rangakaian bahasa sehari-hari. Namun menurutku, validasi yang dirasakan banyak orang dapat membuat kumpulan cerpen ini begitu sakral. Hampir dari semua cerpen di dalamnya bisa aku benarkan, dan terjadi dekat dengan kehidupan sehari-hari kita.
Tentunya tidak sesederhana itu. Maksudnya, menurutku penulis begitu epik dalam mengemasnya. Jadi, meskipun sederhana, tetap saja mengandung nilai tinggi yang mungkin saja kita tak sampai memikirkannya. Selain itu, menurutku buku ini cocok untuk bahan bacaan ringan sekali duduk sambil menikmati pagi hari, siang hari, ataupun senja hari. Apalagi ditemani berbagai pelengkap bacaan saat membaca buku. Misal menikmatinya dengan minuman dingin agar saat ingin misuh, setidaknya di samping kalian terdapat sesuatu yang menyejukkan.
Oh ya, untuk kutipan yang kusajikan di awal tulisan ini menurutku begitu memberi penggambaran. Sesederhana sambal dan hubungan suami istri serta otoritas terhadap perempuan yang sangat tidak perlu. Sederhana itu yang seyogyanya memang tidak perlu dibiarkan.
Seperti yang kutulis sebelumnya, topik “perempuan dan segala dinamikanya” menjadi dominasi dalam kumpulan cerpen ini. Namun, sebenarnya bukan hanya itu. Ada juga cerpen dengan topik lain di dalamnya. Misal ada juga topik cerpen yang membahas tentang kesehatan mental, korupsi, hubungan cinta yang benar-benar romansa. Yang menarik juga, dari semua cerpen yang disajikan, tidak hanya manusia yang menjadi objek tokoh, tetapi ada juga binatang atau benda mati semisal tembok.
Kalau berbicara sudut pandang, setiap cerpen yang disajikan menurutku memiliki sudut pandang yang cukup beragam dan menarik. Sebelumnya, aku jarang sekali membaca bacaan dengan sudut pandang kedua seperti ini. Meski tampak membingungkan, tapi ini bisa membangun wawasan baru sepanjang pengalaman membacaku.
Dari sekian banyak cerpen yang terdapat di dalamnya, tentu ada beberapa yang mnejadi favoritku. Misal dalam cerpen yang berjudul Joyeux Anniversaire yang menjadi pembuka dalam kumpulan cerpen ini. Ada juga cerpen lainnya yang berjudul Menghamili Reisa, Misteri 12 April, dan Surat untuk Anak Perempuanku. Ada alasan yang begitu kuat diantara keempat cerpen tersebut yang menjadikan diriku begitu menyukainya.
Selebihnya, jika ditinjau secara umum lagi, ada beberapa cerpen yang menurutku terlalu dipaksakan ceritanya bahkan sampai ending. Terkadang ending yang disajikan seolah dipaksa untuk selesai dengan langkah yang kurang menarik. Atau perihal lain lagi, ada beberapa cerpen yang mengandung tema serupa dengan lainnya. Sehingga menurutku, itu cenderung membuat bosan karena substansi perihal kesamaan.
Selain itu, sepanjang membaca kumpulan cerpen ini, ada beberapa di antaranya yang secara konsep begitu familiar. Ya, ternyata memang benar ketika aku usai membacanya lalu melihat catatan publikasi. Ada beberapa cerpen yang sebelumnya sudah dimuat dalam Harian Kompas. Bisa jadi, hal ini ada kaitannya karena akhir-akhir ini aku begitu gemar membaca kolom Hiburan terkhusus cerpen yang dimuat di Harian Kompas. Menurutku selera dan karakteristiknya begitu terlihat serta terdapat kesamaan di dalamnya. Dan untuk sekedar informasi juga, sejak diterbitkan Oktober 2020 lalu sampai hari ini, setidaknya kumpulan cerpen ini telah memperoleh rating 3,65 di Goodreads. Selamat membaca…
Ini manusia yang hanya bahagia dengan berpikir sebanyak-banyaknya.